Oleh
: M. Haiqal Arifianto
Sekolah
menjadi bagian dari struktur sosial karena sekolah merupakan lembaga pendidikan
yang pada kenyataan empirisnya terdapat banyak fungsi yang ditimbulkan dari
lembaga tersebut. Pada sejarahnya sekolah banyak melahirkan insan yang
mengangkat harkat dan martabat bangsanya. Sekolah menjadi lembaga yang masih
dipertahahkan sampai saat ini karena lembaga
tersebut masih banyak menghasilkan
fungsi bagi setiap individu.
Namun
pada kenyataan empiris terdapat sisi disfungsi dari lembaga tersebut. Pada
akhir-akhir ini terdapat suatu fenomena sosial yang menghebohkan dari lembaga
pendidikan. Media massa mengangkat peristiwa tawuran yang dilakukan oleh siswa
dari SMA 6 dan SMA 70 dan akibat dari tawuran tersebut terdapat korban jiwa
yang tentu saja menjadi permasalahan sosial. Tawuran itu sendiri memang tidak
hanya terjadi saat ini melainkan sudah berlangsung lama dan bisa dikatakan
menjadi ritual dari siswa karna terjadi secara kontinuitas.
Dari
peristiwa tersebut saya mencoba menganalisa dengan beberapa pertanyaan mendasar
menyangkut fenomena tawuran tersebut,bagaimana tawuran itu bisa terjadi di
kalangan pelajar? Siapa actor dibalik terjadinya fenomena tawuran? Lalu upaya
apa yang dilakukan oleh pihak sekolah dan keluarga untuk mencegah terjadinya
tawuran?.....
Pada
dasarnya tawuran pelajar itu terjadi karena beberapa factor; pertama, timbulnya solidaritas dari
siswa dengan kuat apabila siswa melakukan tawuran , kedua, sekolah dianggap hebat ketika memenangkan peperangan antar
sekolah dan mempecundangi sekolah yang kalah,
ketiga, ruang ekspresi yang terbatas dari lingkup sekolah, keluarga, maupun
lingkungan. Setidaknya dari factor dasar tersebut dapat pula memicu terjadinya
tawuran antar sekolah.
Pada
pertanyaan kedua ini terlihat menjadi pemicu kuat dari terjadinya tawuran antar
pelajar, dan pada nyatanya terdapat pula aktor dibaliknya, diantaranya para
alumni dan senior dari sekolah tersebut yang ingin melanggengkan tradisi ini. Para
alumni dan senior dari sekolah tersebut seolah tidak mau menghilangkan tradisi
tersebut. Proses regenerasi yang menyesatkan ini yang seharusnya dihilangkan
dengan tindak tegas yang seharusnya memberikan pemahaman kepada siswa untuk
menhiraukan ajakan senior yang menyesatkan.
Pertanyaan
selanjutnya seharusnya menjadi koreksi pihak sekolah dan keluarga siswa,
walaupun sudah terdapat kerjasama diantara keduanya yang berlangsung di
sekolah-sekolah namun nyatanya fungsi itu kurang berkontribusi bagi siswa.
Pengawasan sekolah tingkat atas seharusnya lebih kuat dari perguruan tinggi.
Pasalnya banyak siswa yang kurang mendapatkan perhatian untuk siswa yang kurang
berprestasi sehingga siswa tersebut merasa terpinggirkan (alienasi). Inilah
yang seharusnya menjadi perhatian untuk tidak ada unsure diskriminasi bagi
siswa.
Dari peristiwa tersebut saya
memasukkan beberapa teori dari berbagai tokoh, diantaranya Rafl Dahrendorf yang
mengungkapkan adanya kelompok semu dan kelompok kepentingan dari setiap adanya
konflik. Kelompok ini mempunyai otoritas dan kepentingan tersediri, seperti
para selanjutnya saya memasukkan
ungkapan lewis coser yang mengungkapkan bahwa Konflik dengan kelompok lain
dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur
ke dalam dunia sosial sekelilingnya. Ini juga menjadi acuan dari peristiwa
tawuran yang melanggengkan kelompok dengan cara tawuran.
Juga tidak lupa memasukkan teori
Merton mengenai sisi fungsi dan dan disfungsi dari setiap lembaga. Terlihat
bahwa sekolah memang mempunyai banyak fungsi untuk masyarakat, tetapi juga
terdapat sisi disfungsi dari sekolah dengan terjadinya peristiwa tawuran
pelajar tersebut . memang ini menjadi fungsi yang tidak diinginkan dari sekolah
namun inilah konsekuensi dari lembaga sosial yang tidak dapat diprediksi selalu
menimbulkan fungsi positif.
Diakhir penulisan ini saya mempunyai
solusi untuk membaiknya lembaga pendidikan dan mencegah terjadinya tawuran:
1. Perlunya pendidikan moral dari sekolah
dengan menanamkan nilai-nilai agama.
2. Memberikan perhatian lebih pada siswa
(berprestasi maupun tidak)
3. Memberikan reward dari segala
kebaikan.
4. Menjalin relasi antar sekolah.
5. Memperkuat jaringan antara sekolah dan
keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar