Biografi
Robert King Merton
(biasa disingkat Robert K. Merton) lahir pada tanggal 4 Juli 1910 di pemukiman
kumuh di Philadelphia Selatan. Ia berkuliah di universitas Temple kemudian
melanjutkan di Universitas Harvard.
Model struktual fungsional
Model struktural
fungsional Merton mengkritik apa yang dilihatnya sebagai tiga postulat dasar
analisis fungsional seperti yang dikembangkan oleh antropolog Malinowsi dan
Radcliffe Brown. Postulat yang pertama adalah kesatuan fungsional masyarakat.
Postulat ini menyatakan bahwa seluruh kepercayaan dan praktik sosial budaya
standar bersifat fungsional bagi masyarakat secara keseluruhan maupun bagi
individu dalam masyarakat. Pandangan ini mengandung arti bahwa berbagai sistem
sosial pasti menunjukkan tingginya level integrasi. Namun, Merton berpandangan
bahwa meskipun hal ini berlaku bagi masyarakat kecil dan primitif, generalisasi
ini dapat diperluas pada masyarakat yang lebih besar dan lebih kompleks.
Postulat yang
kedua adalah fungsionalisme universal. Jadi, dinyatakan bahwa semua bentuk
dan struktur sosial kultural memiliki fungsi positif. Merton berpendapat bahwa
ini bertentangan dengan apa yang ditemukan didunia nyata. Jelas bahwa tidak
setiap struktur, adat istiadat, gagasan, keyakinan dan lain sebagainya memiliki
fungsi positif. Contoh, nasionalisme buta bisa jadi sangat disfungsional di
dunia yang tengah mengembangkan persenjataan nuklir.
Postulat yang
ketiga adalah indispensabilitas. Argumennya adalah bahwa seluruh aspek standar
masyarakat tidak hanya memiliki fungsi positif namun juga merepresentasikan
bagian-bagian tak terpisahkan dari keseluruhan. Postulat ini mengarah pada
gagasan bahwa seluruh struktur dan fungsi secara fungsional diperlukan oleh
masyarakat. Tidak ada struktur dan fungsi yang dapat bekerja sebaik yang
sekarang ada di dalam masyarakat. Kritik Merton, mengikuti Parsons adalah bahwa
paling tidak kita harus bersedia mengakui bahwa ada berbagai alternatif
struktural dan fungsional di dalam masyarakat.
Pendapat Merton
adalah bahwa seluruh postulat fungsional tersebut bersandar pada pernyataan
nonempiris yang didasarkan pada sistem teoretis abstrak. Minimal, menjadi
tanggung jawab sosiolog untuk menelaah setiap postulat tersebut menjadi
empiris. Keyakinan Merton adalah bahwa uji empiris, bukan pernyataan teoretis,
adalah sesuatu yang krusial bagi analisis fungsional. Inilah yang mendorongnya
untuk mengembangkan “paradigma” analisis fungsional sebagai panduan ke arah
pengintegrasian teori dan riset.
Dari sudut
pandang tersebut Merton menjelaskan bahwa analisis struktural fungsional
memusatkan perhatian pada kelompok, organisasi, masyarakat dan kebudayaan. Ia
menyatakan bahwa objek apa pun yang dapat dianalisis secara struktural
fungsional harus “merepresentasikan unsur-unsur standar (yaitu, yang terpola
dan berulang)”(Merton, 1949/1968:104). Ia menyebutkan hal tersebut sebagai
“peran sosial, pola-pola institusional, proses sosial, pola-pola kultural,
emosi yang terpola secara kultural, norma sosial, organisasi kelompok, struktur
sosial, alat kontrol sosial dan lain sebagainya”(Merton, 1949/1968: 104).
Pada fungsionalis
struktural awal cenderung lebih memusatkan perhatiannya pada fungsi-fungsi
sebuah struktur atau institusi. Namun, menurut Merton, para analisis awal itu
cenderung mencampuradukkan motif-motif subjektif individu dengan fungsi-fungsi
struktur atau institusi. Fokus pada fungsionalis struktural harus diarahkan
pada fungsi-fungsi sosial ketimbang pada motif individu. Fungsi menurut Merton,
didefinisikan sebagai “konsekuensi-konsekuensi yang disadari dan yang
menciptakan adaptasi atau penyesuaian suatu sistem”(Merton, 1949/1968: 105).
Namun, terdapat
bias ideologi ketika orang hanya memusatkan perhatiannya pada adaptasi atau
penyesuaian, karena selalu ada konsekuensi positif. Namun, perlu diketahui
bahwa suatu fakta sosial dapat mengandung konsekuensi negatif bagi fakta sosial
lain. Untuk memperbaiki kelemahan serius pada fungsionalisme struktur awal ini,
Merton mengembangkan gagasan tentang disfungsi. Ketika struktur atau
institusi dapat memberikan kontribusi pada terpeliharanya bagian lain sistem
sosial, mereka pun dapat mengandung konsekuensi negatif bagi bagian-bagian lain
tersebut. Perbudakan di Amerika Serikat belahan selatan jelas mengandung konsekuensi
positif bagi orang kulit putih di belahan selatan, seperti tersedianya tenaga
kerja murah, dukungan bagi ekonomi kapas dan status sosial. Ia pun mengandung
disfungsi, misalnya, membuat warga selatan terlalu bergantung pada ekonomi
pertanian dan tidak siap menghadapi industrilisasi.
Merton pun
mengemukakan gagasan tentang nonfungsi, yang ia definisikan
sebagai konsekuensi yang tidak relevan bagi sistem tersebut. Termasuk
didalamnya adalah bentuk-bentuk sosial yang “masih bertahan” sejak masa awal sejarah.
Meskipun bentuk-bentuk tersebut mungkin mengandung konsekuensi negatif atau
positif di masa lalu, tidak ada efek signifikan yang mereka berikan pada
masyarakat sekarang. Contoh gerakan pengekangan diri perempuan kristen.
Apakah fungsi
positif lebih banyak daripada disfungsi atau sebaliknya. Untuk membantu
menjawab pertanyaan itu, merton mengembangkan konsep “keseimbangan bersih” (net
balance). Kegunaan konsep Merton berasal dari caranya mengarahkan
perhatian sosiolog ke pertanyaan yang relatif penting.
Merton juga
memperkenalkan konsep fungsi manifes dan fungsi
laten. Secara sederhana, fungsi manifes adalah yang dikehendaki,
sementara fungsi laten adalah yang tidak dikehendaki. Contoh fungsi manifes
perbudakan, meningkatkan produktivitas ekonomi kawasan selatan, namun ia
memiliki fungsi laten yaitu menghasilkan kelas budak yang berfungsi
meningkatkan status sosial warga kulit putih di selatan, kaya atau miskin.
Gagasan ini terkait dengan konsep merton yang lain – konsekuensi yang tidak
terantisipasi.
Merton
menjelaskan bahwa konsekuensi-konsekuensi yang tidak diantisipasi dan
fungsi-fungsi laten tidaklah sama. Fungsi laten adalah suatu tipe konsekuensi
yang tidak terantisipasi, sesuatu yang fungsional bagi sistem yang dirancang. Namun,
ada dua jenis konsekuensi tak terantisipasi lain : “hal-hal disfungsional bagi
sistem yang telah ada dan itu semua mencakup disfungsi laten,” dan “hal-hal
tidak relevan dengan sistem yang mereka pengaruhi secara fungsional atau
disfungional...konsekuensi-konsekuensi nonfungsional” (Merton, 1949/1968: 105).
Sebagai
klarisifikasi lebih lanjut atas teori fungsional, Merton menunjukkan bahwa
suatu struktur bisa jadi disfungsional bagi sistem secara keseluruhan namun
mungkin saja terus ada. Orang dapat mengambil contoh bahwa diskriminasi
terhadap kulit hitam, perempuan dan kelompok minoritas lain adalah sesuatu yang
disfungsional bagi masyarakat Amerika, namun itu semua terus ada karena
fungsional bagi sebagian sistem sosial, misalnya : diskriminasi terhadap kaum
perempuan biasanya bersifat fungsional bagi laki-laki.
Kritik utama
kritik substantif
menyatakan bahwa fungsionalisme struktural tidak terlalu membahas sejarah,
karenannya secara inheren ia bersifat ahistoris. Sebenarnya, fungsionalisme
struktural berkembang, paling tidak sebagian, sebagai reaksi atas pendekatan
evolusioner historis yang dikembangkan beberapa antropolog. Pada tahun-tahun
awal, fungsionalisme melangkah terlalu jauh mengkritik teori evolusi dan mulai
memusatkan perhatiannya pada masyarakat kontemporer ataupun masyarakat abstrak.
Namun, fungsionalisme struktural tidak musti ahistoris (Turner dan Maryanski,
1979).
Para fungsionalis
struktural juga dikritik karena tidak mampu menjelaskan proses perubahan sosial
secara efektif (Abrakamson, 1978, P. Cohen, 1968, Mills 1959, Turner dan
Maryanski).
Percy Cohen
(1968) melihat biang masalah ini didalam teori fungsionalisme struktural itu
sendiri, dimana seluruh elemen masyarakat dipandang mempengaruhi satu sama lain
sekaligus mempengaruhi sistem secara keseluruhan.
Kritik
metodologis dan logis. Salah satu kritik yang sering dikemukakan (Abrahamson,
1978, Mills, 1959) adalah bahwa fungsionalisme struktural pada dasarnya kabur,
tidak jelas dan ambigu. Bagian dari ambiguitas ini dapat ditelusuri ke dalam
kenyataan bahwa para fungsionalis struktural lebih banyak membicarakan sistem
sosial yang abstrak ketimbang masyarakat yang riil.
Daftar pustaka
Poloma, margaret M. 2004. Sosiologi
kontemporer. PT Raja Granfindo Persada : Jakarta.
Ritzer, George and Douglas J.
Goodman. 2008. Teori Sosiologi dari sosiologi klasik sampai perkembangan mutakhir teori
sosial post modern. Kreasi Wacana : Yogyakarta.
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2010. Teori sosiologi
modern. Edisi keenam. Kencana prenada media group : Jakarta.
"kanda"
BalasHapus