oleh : M. Haiqal Arifianto
MAX
WEBER , AGAMA dan STRATIFIKASI
Esai-esai
Weber mengenai agama-agama dunia ditempatkan dengan latar belakang
ajaran-ajarannya yang luas tentang sosiologi agama yang dikemukakan Weber dalam
economi and society. Penenkanan Weber yang dikutip dalam buku Anthony Giddens
tentang agama-agama dunia
“ dengan
cara apapun bukan merupakan suatu tipologi sistematis tentang agama. Dilain
pihak studi itu bukan merupakan suatu karya historis murni. Studi itu tipologis
dalam makna bahwa studi tersebut memikirkan apa saja yang menurut jenis,
penting dalam realisasi historis dan etika-etika keagamaan. Ini penting untuk
pertalian agama-agama dengan kontras yang besar dari mentalitas ekonomi. Aspek-apek
lain akan dikesampingkan, penyajian ini tidak mengaku mempersembahkan suatu
gambaran, yang batas-batasnya jelas digariskan, dari agama-agama dunia “[1]
Hanyalah
objek-objek tertentu yang mempunyai sifat-sifat keagamaan,
hanyalah pribadi
orang tertentu mampu untuk mencapai keadaan-keadaan memperoleh ilham dan
kesayangan dari Tuhan , yang memberkati mereka dengan kegiatan-kegiatan
keagamaan
Weber
setuju dengan Durkheim dalam hal penerimaan bahwa dalam jenis-jenis agama yang
paling primitive adalah ungkapan-ungkapan makhluk halus yang disamaratakan dan
yang tidak diwujudkan sebagai dewa-dewa, akan tetapi kendatipun demikian
mempunyai sifat-sifat kekuatan kemauan jenis-jenis agama yang paling primitive
tidak meliputi arti bahwa jenis-jenis itu merupakan bentuk-bentuk paling
elementer dalam makna, bahwa jenis-jenis itu adalah nenek moyang evolusi dari
agama-agama yang lebih rumit.
Max
weber juga menambahkan kelas-kelas dalam stratifikasi social yang pernah di
kemukakan pula oleh Karl Marx. Jika menurut marx stratifikasi social itu antara
kelas atas (burjuis) dan kelas bawah (proletar), lalu aspek ekonomilah yang
mempengaruhi keberadaannya dalam kelas. Namun Weber memperluas dari yang
dijelaskan Marx yaitu stratifikasi terdiri anatara kelas atas, kelas menenganh,
dan kelas bawah. Juga tidak hanya aspek ekonomi yang mempengaruhi keberadaannya
dalam kelas, ada juga aspek kekuasaan dan kehormatan .
MAX
WEBER , TINDAKAN SOSIAL
Tindakan
social atau perilaku social adalah tindakan atau perilaku, arti dari subjektif
yang terlibat berkaitan dengan pribadi orang lain atau dengan golongan lain.[2] Rasionalitas
merupakan konsep dasar yang digunakan Weber dalam klasifikasinya mengenai
tipe-tipe tindakan social. Rasionalitas dan peraturan yang biasa mengenai logika merupakan suatu
kerangka acuan bersama secara luas dimana aspek-aspek subyektif perilaku dapat
dinilai secara objektif.[3]
Pembedaan
pokok yang diberikanan weber adalah
antara tindakan rasional dan yang non-rasional. Tindakan rasional berhubungan
dengan tindakan yang sadar bahwa tindakan itu dinyatakan. Adapun Weber membagi
tipe-tipe tindakan social :
A. Rasional
Tindakan ini terjadi ketika seseorang
dengan sadar melakukan tindakan-tindakan
atau perilaku. Dimana ketika seseorang melakukan sesuatu yang dilakukan dengan
rasionalitasnya maka ada yang tujuan dari setiap tindakan tersebut.
1.
Rasional Instrumental.
Suatu
pilihan dibuat atas alat yang dipergunakan yang kiranya mencermikan
pertimbangan individu atas efisiensi dan efektivitasnya, sesudah tindakan itu
dilaksanakan, orang itu dapat menentukan secara objektif sesuatu yang
berhubungan dengan tujuan yang akan dicapai. Pada tindakan ini seseorang ketika
bertindak tidak lepas dari perhitungan untung dan ruginya.
2.
Rasional berorientasi nilai.
Sifat
dari tindakan ini adalah alat-alat hanya merupakan objek pertimbangan dan
perhitungan yang sadar.tujuannya sudah ada dalam hubungannya dengan nilai
individu yang bersifat absolute. tindakan religius merupakan bentuk dasar dari rasional
orientasi nilai ini.bertindak seolah-olah memperhitungkan nilai-nilai.
B. Irasional
Tindakan ini dilakukan diluar keinginannya
untuk bertindak (eksternal), ada yang hal-hal yang mempengaruhi dari tindakan yang
dilakukan individu.
1.
Tradisional.
Tindakan
yang dilakukan seseorang karena pengaruh dari tradisi yang biasa diikuti. dengan
mengikuti cara yang dilakukan oleh terdahulunya (nenek moyang).
2.
Afektif.
tipe
tindakan ini ditandai oleh dominasi perasaan atau emosi tanpa perencanaan yang sadar.
ketika seseorang mengalami perasaan cinta, marah, sedih atau lainnya dengan
cara spontan, maka sedang memperlihatkan tindakan afektif .
MAX
WEBER, OTORITAS dan BENTUK ORGANISASI SOSIAL
Weber mengidentifikasi
beberapa tipe yang berbeda, tetapi khususnya dia tertarik pada hubungan yang
muncul dalam organisasi suatu struktur otoritas yang mapan, artinya suatu
struktur dimana individu-individuyang di angkat, bertanggung jawab untuk
mendukung keteraturan social itu. Otoritas adalah hak untuk mempengaruhi karena
didukung oleh peraturan dan norma mendasar keteraturan social. Weber juga
membagi tiga bentuk otoritas,
1.
Otoritas tradisional
Tipe
otoritas ini berlandaskan pada suatu kepercayaan yang mapan terhadap tradisi
zaman dahulu serta legitimasi kasus mereka yang menggunakan otoritas yang
dimilikinya. Otoritas seperti ini dapat di temukan pada masyarakat desa atau
yang masih primitive.
2.
Otoritas kharismatik
Otoritas
ini didasarkan pada mutu luar biasa yang dimiliki pemimpin sebagai seorang
pribadi. Weber menggambarkan pemimpin-pemimpin agama yang kharismatik dimana
dasar kepemimpinan mereka adalah kepercayaan bahwa mereka memiliki suatu
hubungan yang khusus dengan yang Ilahi, atau malah mewujudkan karakteristik
Ilahi itu sendiri.
3.
Otoritas legal-rasional
Otoritas
yang didasarkan pada komitmen terhadap seperangkat peraturan yang diundangkan
secara resmi dan di atur secara impersonal. Seperti halnya presiden mempunyai
otoritas legal rasional karena terpilih secara resmi untuk memimpin Negara.
Organisasi
yang berbadan hokum didirikan berdasarkan persetujuan kontraktual mencerminkan
kepentingan dari mereka yang termasuk didalamnya sesuai satu sama lain,
mendasarkan dirinya pada satu landasan kekuatan atau control atas sumber
langka. Namun perhatian Weber yang utama adalah landasan keteraturan social
yang sah. Ini berarti keteraturan social dan pola dominasi yang berhubungan
diterima sebagai yang benar. Pola domminasi mencerminkan struktur otoritas
bukan struktur kekuasaan.
MAX
WEBER, ETIKA PROTESTAN dan SPIRIT KAPITALISME
Max
Weber menunjukkan bahwa antara etik protestan dan etos ekonomi yang dinamakan
spirit kapitalisme, terhadap suatu hubungan yang menjelma menjadi kombinasi yang
sangat dinamis yang menggerakkan pertumbuhan kapitalisme modern, yang mendapat
bentuknya dalam kapitalisme industrial. Study Max Weber tentang etik protestan
dan spirit kapitalisme jelas dilihat sebagai tonggak besar dalam kajian
sosiologi ekonomi, karena study itu menunjukkan antara nilai-nilai budaya
khususnya nilai-nilai agama dan pencapaian dalam usaha ekonomi terdapat suatukaitan
yang bersifat kurang-lebih langsung.
Pemikiran
Weber tentang etika protestan dan spirit kapitalisme, dipelajarinya intensif
hubungan agrarian pada zaman antic, perdagangan di abad pertengahan dan
struktur social yang mendukungnya, membangun kalangan buruh tani sebelah barat
sungai Elbe. Secara holistic keyakinan umum yang melandasi tindakan keagamaan,
politik, maupun perilaku ekonomi hanya merupakan varian dari yang dinamakan
tindakan social, yaitu tindakan yang diarahkan kepada orang lain dan di bombing
makna subyektif dari orang yang melakukannya.
Dalam
ekonomi prakapitalis, ekonomi merupakan bagian langsung dari struktur social
dan nilai-nilai budaya, sedangkan dalam ekonomi kapitalis pasar praktis
melepaskan dan memisahkan diri daristruktur social dan nilai-nilai budaya, dan
bekerja menurut mekanismenya sendiri. Moral ekonomi merupakan cirri yang
menonjoldan ekonomi subsisten di Asia Tenggara. Etik protestan dalam studi Max
Weber disederhanakan menjadi dua perkara utama, pertama gagasan tentang adanya
panggilan, kedua tentang orang-orang yang diselamatkan kalvinis.
Menurut
tafsiran Weber, Marthin Luther mengenbangkan sesuatu bahwa seseorang yang
menjalankan tugasnya didunia dengan setia dan bertanggung jawab sudah mencapai
taraf tinggidalam kesempurnaan moral yang didambakan setiap orang yang ingin
mencapai kesempurnaan hidup. Dalam pandangannya salah satu factor penyebab hubungan
diantara penghayatan nilai-nilai dan ajaran suatu agama dengan tingkah laku
secara ekonomis ialah bahwa kalangan katolik masih menganut askese yang
berorientasi ke akhirat, sementara kalangan protestan lebih menganut askese
yang berorientasi ke dunia.
Penekanan
yang diberikan Kalvin terhadap transendensi Tuhan yang penuh rahasia, menjadi
dasar juga bagi ajarannya yang kemudian memainkan peran besar dalam
perkembangan kapitalisme. Ajaran Kalvin dalam pandangan Weber, telah
menimbulkan suatu kesepian rohani yang luar biasa dalam diri para penganutnya,
karena tiap orang yang ditempatkan dalam suatu isolasi kerohanian yang luar
biasa. Ajaran ini terfokus pada spekulasi-spekulasi logis yang ketat tentang
Tuhan dan kebebasannya, dan hanya memberikan sedikitperhatian kepada nasib
manusia.
Weber
bukanlah seorang teologi, tetapi bahwa dalam perjumpaan dengan suatu
perkembangan social seperti muncul kapitalisme, teologi itu Nampak telah
melahirkan etik sendiri, yang tidak dimaksudkan oleh masing-masing teologi,
tetapi besar peranannya terhadap perkembangan kapitalisme. Secara eksplisit
Weber mengatakan semangat kapitalisme itu tidak dapat dianggap muncul sebagai
hasil reformasi dalam gereja yang dibawa Luther. Sebelum reformasi sudah ada
berbagai organisasi bisnis penting yang diatur secara kapitalis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar