Sabtu, 22 Juni 2013

BUDAYA ORGANISASI



oleh : M. Haiqal Arifianto

1. Pendahuluan
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang komunal yang akan selalu hidup bersama pada setiap kondisinya. Kehidupan bersama tersebut merupakan tuntutan manusia sebagai makhluk sosial yang akan sulit ketika dihadapkan dengan kebutuhan-kebutuhan dari individu. Karena kebutuhan individu tersebut nantinya juga memerlukan orang lain dalam pemenuhannya. Maka disitulah hakikat kebersamaan yang harus diemban oleh setiap orang. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, memiliki naluri untuk hidup dengan orang lain. Naluri manusia untuk selalu hidup dengan orang lain disebut gregariusness sehingga manusia juga disebut social animal (hewan sosial)[1].
Sebagai makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri, maka kehidupan manusia erat kaitannya dengan berorganisasi. Dalam setiap kebersamaan dari individu ketika dari setiap individu tersebut memiliki tujuan yang sama maka disitulah dapat dikatakan bahwa
mereka sudah berorganisasi. Organisasi merupakan koordinasi sejumlah kegiatan manusia yang direncanakan untuk mencapai suatu maksud dan tujuan bersama melalui pembagian tugas dan fungsi serta melalui serangkaian wewenanga dan tanggung jawab[2].
Dalam sebuah organisasi ketika berbicara eksistensi organisasi maka disitu lahada upaya mempertahankan upaya tersebut. Setiap organisasi mempunyai budaya yang membedakan organisasi satu dengan yang lainnya. Membentuk budaya dalam organisasi juga merupakan upaya mempertahankan keberadaan organisasi. Organisasi yang baik biasanya memiliki budaya sebagai bentuk aktivitas organisasi dalam menjalankan roda tujuan berorganisasi.
2. Pengertian Budaya Organisasi
Dalam arti sederhana organisasi merupakan sekumpulan orang yang mempunyai visi yang sama dan didukung oleh misi untuk dijalankan bersama yang didalamnya terdapat struktur-struktur tertentu dan yang paling sentral adalah pemimpin. Beranjak dari pengertian yang sederhana tersebut nantinya kita akan dapat mengklasifikasikan organisasi formal yang oleh Mitchell dalam bukunya disebut sebagai suatu struktur kehidupan sosial[3] dan organisasi non-formal. Kemudian berdasarkan kamus ilmiah populer yang disusun oleh Risa Agustin, organisasi adalah penyusunan dan pengaturan bagian-bagian hingga menjadi suatu kesatuan , susunan dan aturan dari berbagai bagian sehingga merupakan kesatuan yang teratur, serta gabungan kerjasama.
Harsojo mengemukakan organisasi sosial adalah produk kodrat manusia karena setiap individu dan kelompok selalu berusaha sekuat-kuatnya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, mendapat jaminan keamanan, dan bahkan jika mungkin mencapai kemakmuran[4]. Dari beberapa pengertian diatas, terdapat beberapa kesamaan pengertian mengenai organisasi yang dapat menjadi unsure penting dari organisasi, yaitu individu atau kelompok, struktur , dan tujuan bersama.
Sedangkan budaya diartikan sebagai kebiasaan-kebiasaan yang sudah menjadi rutinitas untuk dijalankan menjadi sebuah aktivitas. Budaya tersebut berasal dari hasil pikiran yang pada akhirnya nanti akan menjadi adat istiadat. Dalam konteks pembahasan budaya organisasi ini mencoba mengartikan secara terpisah dan memasukkan arti budaya organisasi secara utuh.
Menurut Schein budaya organisasi adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan, atau dikembangkan oleh kelompok tertentu saat belajar menghadapi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal yang telah berjalan cukup baik untuk dianggap valid dan oleh karena itu, untuk diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yang benar untuk berpersepsi, berpikir, dan berperasaan sehubungan dengan masalah yang dihadapinya[5].
Pengertian yang dikemukakan Schein tersebut mencoba mengungkapkan bahwa itu merupakan proses pembelajaran terhadap kejadian-kejadian atau masalah yang berasal dari luar. Dalam arti adaptasi eksternal tersebut bahwa dari setiap permasalah diluar seseorang atau agen organisasi harus berupaya menyesuaikan dengan permasalahan tersebut. Kemudian ketika sudah terjadi adaptasi eksternal maka tahap selanjutnya digunakan untuk integrasi internal. Proses inilah yang nantinya akan diajarkan kepada anggota baru sebagai bentuk persepsi. Dia juga menunjukkan bahwa budaya melibatkan asumsi, adaptasi, persepsi dan pembelajaran.
Budaya organisasi menjadi konsep penting dalam sebuah organisasi, karena didalamnya budaya organisasi digunakan sebagai persepektif untuk memahami perilaku individu dan kelompok dalam suatu organisasi. Budaya organisasi pada awalnya dibentuk oleh individu-individu dari organisasi. Aktivitas-aktivitas organisasi menentukan budaya organisasi. Maka dari situlah persepsi-persepsi individu dan kelompok organisasi terlihat dari budaya organisasi yang dihasilkan karena budaya organisasi merupakan penciptaan dari individu.

3. Elemen Budaya Organisasi
Di dalam budaya organisasi terdapat elemen atau unsure yang mendasari suatu organisasi. Dapat dikatakan bahwa keberadaan atau eksistensi sebuah organisasi ditentukan oleh elemen-elemen dalam budaya organisasi tersebut. Davis berpendapat bahwa element organisasi meliputi guiding belief and daily belief. Guiding belief ini merupakan keyakinan yang menjadi tuntutan untuk melakukan kegiatan melakukan organisasi sehari-hari[6]. Elemen atau unsure budaya secara umum dapat dikategorikan menjadi dua elemen pokok, yaitu elemen yang bersifat idealistic dan behavioral.
a.      Elemen Idealistik

Elemen idealistic merupakan elemen yang menjadi ideology organisasi yang tidak mudah berubah, walaupun organisasi it uterus berevolusi dan beradaptasi dengan lingkungan. Elemen ini biasanya tidak tampak dipermukaan, hanya orang-orang tertentu yang tahu dan menyadari tentang keberadaannya. Setiap organisasi hampir dapat dipastikan memilikan elemen ini. Elemen idealistik banyak dipengaruhi oleh pendiri organisasi tersebut. Ideology pendiri organisasi akan sangat menetukan arah organisasi. Organisasi yang memiliki skala seringkali tidak mencantumkan ideologinya. Namun seiring perkembangan organisasi, semakin berkembang organisasi akan semakin menampakkan ideologinya dan ideology tersebut akan tercermin dalam visi misi organisasi[7].

b.      Elemen Behavioral

Elemen behavioral merupakan elemen kasat mata berupa sehari-hari anggota organisasi dan bentuk-bentuk lain seperti desain dan arsitektur organisasi. Seringkali menilai budaya organisasi dengan hanya mengamati perilaku para anggota organisasi. Hal tersebut sering terjadi karena lebih diamati dan dinilai. Davis menyebut elemen ini dengan daily belief yaitu praktik-praktik sehari-hari dalam organisasi. Rousseau dan Schein menyebut bahwa elemen behavioral tampak dalam bentuk artefak dan termasuk didalamnya perilaku sehari-hari. Artefak ini berupa bentuk/arsitektur bangunan, logo atau jargon, cara komunikasi, cara berpakaian, atau cara berpakaian atau cara bertindak yang bisa dipahami oleh orang luar organisasi[8].

Diantara kedua elemen idealistic dan behavioral  diatas terdapat keterkaitan hubungan. Sesuatu yang berada dipermukaan adalah cermin dari apa yang ada didasar. Rouseau menggambarkan elemen budaya organisasi seperti bawang Bombay yang berlapis-lapis. Lapisan terluar adalah artefak. Lapisan luar adalah lapisan yang Nampak dan mudah terkelupas. Lapisan paling dalam adalah lapisan yang sulit terkelupas atau hilang dan itu berupa asumsi-asumsi dasar. Budaya yang tampak dari luar mudah berganti dan berubah karena beradaptasi dengan lingkungan dan perubahan teknologi[9].  Lapisan yang dicontohkan oleh Rouseau tersebut akan menjadi pembahasan dari tingkatan budaya organisasi.

4. Tingkatan Budaya Organisasi

Didalam budaya organisasi terdapat beberapa tingkatan ketika mempelajarinya. Tingkatan itu berupa yang terlihat diluar sampai pada tingkatan yang dasar atau tersembunyi seperti yang di perumpamaan oleh Rouseau diatas mengenai tingkatan dalam budaya organisasi tersebut. Lundberg mengungkapkan tingkatan budaya organisasi yang menjadi topik studinya dalam melanjutkan penelitian dari Schein yang diungkapkan oleh Chandra dalam buku Siswanto, yaitu :

·         Artefak
Artefak merupakan aspek-aspek budaya yang terlihat. Artefak lisan, perilaku dan fisik adalah manifestasi dari budaya organisasi.
·         Persepektif
Persepektif adalah aturan-aturan, norma yang dapat diaplikasikan dalam kontek tertentu.
·         Nilai
Nilai adalah dasar titik kerangka evaluasi yang dipergunakan anggota organisasi untuk menilai organisasi.
·         Asumsi
Asumsi adalah keyakinan yang dimiliki anggota organisasi tentang diri mereka sendiri, tentang orang lain dan tentang hubungan mereka dengan orang serta tentang hakikat organisasi mereka.

5. Macam-Macam budaya organisasi

Siswanto dalam bukunya menulis bahwa terdapat beberapa macam dalam budaya organisasi diantaranya yaitu:
·         Budaya Peran (Apollo)
Jenis budaya organisasi (lembaga) yang dimiliki oleh cirri-ciri birokrasi tinggi, dikelola secara ilmiah dan memiliki disiplin tinggi. Organisasi birokratis secara teknis merupakan alat kekuasaan yang paling maju ditangan orang yang mengontrolnya tidaklah menentukan bobot yang sanggup dipikul birokrasi semacam itu dalam suatu struktur sosial tertentu[10].
·         Budaya Kuasa (Zeus)
Jenis budaya organisasi yang mempunyai cirri-ciri yaitu ada seorang tokoh ditengah-tengah dan di pusat hubungan dengan teman-teman yang sehati sepikiran dan mempunyai cirri-ciri lisan yang kuat dan intuitif.
·         Budaya tugas atau matrik (Athena)
Jenis budaya organisasi dimana didalamnya orang-orang berkumpul dari latar belakang ilmu dan keterampilan yang berbeda-beda, namun mereka berfokus pada tugas yang sama.
·         Budaya atomistis (Bionysius)
Jenis budaya organisasi dimana di dalam orang-orang berkumpul karena suatu minat, visi atau keterangan yang sama[11].

6. Dimensi-Dimensi Budaya Organisasi

Meneliti Budaya organisasi maka didalamnya terdapat beberapa tingakatan yang membentuk budaya tersebut. Tingkatan itu dilihat dalam bagaimana organisasi tersebut menetukan ke arah mana organisasi itu melaju. Selain mengatur norma dan nilai melalui komunikasi budaya organisasi mempunyai beberapa dimensi yang menjadi ukuran sejauh mana budaya dalam organisasi itu tumbuh.
Stephen P. Robbins mengungkapkan beberapa dimensi yang membedakan tingkatan budaya suatu organisasi diantaranya :
§  Inisiative Individual, yaitu tingkat kreativitas inisiatif atau ketidaktergantungan individu dalam mengembangkan tugas-tugasnya dalam organisasi.
§  Toleransi terhadap tindakan beresiko, yaitu sejauhmana para karyawan dianjurkan untuk bertindak agresif, inovatif, dan berani mengambil resiko.
§  Direction, yaitu arah yang diinginkan organisasi dengan menciptakan atau menentukan tujuan atau sasaran secara jelas dan harapan untuk mencapai prestasi.
§  Integrasi, yaitu tingkat kerjasama antar unit atau sejauh mana koordinasi yang dilakukan untuk mendorong unit-unit atau bagian-bagian dalam organisasi agar bekerjasama dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
§  Management support, yaitu tingkat dukungan dari manajemen dalam arti sejauh mana para manager memberikan motivasi, mengadakan komunikasi yang jelas, bantuan serta dukungan terhadap bawahan.
§  Control, yaitu aturan-aturan dan pengawasan langsung yang dilakukan para pemimpin organisasis dalam mengendalikan perilaku bawahannya.
§  Identity, yaitu tingkat rasa bangga dari tiap individu atau sejauh mana para anggota organisasi yang bersangkutan.
§  Reward System, yaitu tingkatan alokasi imbalan (kompensasi) yang diberikan kepada para anggota yang didasarkan pada criteria prestasinya.
§  Conflict tolerance, yaitu sejauh mana tingkat dorongan terhadap pegawai untuk mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka.
§  Communication patterns,yaitu pola organisasi yang ada didalam organisasi atau sejauh mana tingkat komunikasi organisasi dibatasi oleh hierarki[12].

7. Menciptakan Budaya Organisasi

Budaya mempunyai peran penting untuk sebuah eksistensi organisasi. Organisasi yang baik yaitu organisasi yang mampu menciptakan budaya yang disepakati dan dapat disenangi oleh anggota ataupun pemimpin organisasi. Menciptakan budaya dalam sebuah organisasi tentunya ada beberapa kondisi yang diinginkan dalam tubuh organisasi. Kondisi itu tentu saja menjadi penyatu dari seluruh orang yang berkomitmen dalam organisasi, diantaranya History, Oneness, Membership, dan exchange.
Keempat kondisi yang diinginkan tersebut masing-masing memiliki metode atau cara pembuatannya. Kondisi seperti mengembangkan perasaan adanya sejarah (history) maka metode yang digunakan seperti menguraikan sejarah secara mendetail, dan komunikasi mengenai pahlawan organisasi. Kondisi kedua menciptakan perasaan kesatuan  (oneness) menggunakan metode kepemimpinan dan pemimpin yang dicontoh guna mempererat keanggotaan dan komunikasi nilai dan norma. Kemudian untuk mencapai metode keanggotaan maka dibutuhkan metode seperti, sistem penghargaan, manajemen karier dan keamanan pekerjaan, perekrutan dan penempatan kerja, sosialisasi mengenai anggota staf yang baru, dan pelatihan dan pengembangan. Dan kondisi keempat yang diinginkan ketika terjadinya pertukaran antar anggota (exchange), terdapat beberapa metode yang dapat ditempuh yaitu dengan kontak anggota, pengambilan keputusan yang partisipatif, koordinasi antar kelompok, dan adanya pertukaran personal. Budaya yang akhirnya berkembang dalam suatu organisasi tertentu adalah suatu hasil kompleks dari tekanan eksternal, potensi internal, respon terhadap peristiwa kritis dan mungkin faktor kesempatan yang tidak dapat diramalkan dari pengetahuan lingkungan atau dari anggota[13].
Menurut Siswanto dalam bukunya bahwa budaya organisasi menyakut masalah nilai-nilai yang dipahami dan dianut bersama dalam suatu oranisasi. Nilai-nilai itu dapat terbentuk melalui cara sebagai berikut:
*      Pemimpin (kepemimpinan)
Seorang pemimpin dengan gaya dan perilakunya biasa menciptakan nilai-nilai, aturan-aturan kerja yang dipahami dan disepakati bersama serta mampu mempengaruhi dan mengatur individu-individu yang ada didalamnya sehingga nilai-nilai tersebut menjadi sebuah perilaku anutan bersama yaitu yang disebut budaya organisasi.
*      Pendiri (pemilik)
Pendiri atau pemilik organisasi tentunya mempunyai misi dan tujuan dalam mendirikan organisasi, untuk merealisasi misi dan tujuan tersebut mereka membuat suatu aturan-aturan yang ditujukan dengan perilaku sehari-hari saat mengelola organisasi yang didirikan.
*      Interaksi antar individu dalam organisasi
Budaya organisasi juga terbentuk karena didalam organisasi terjadi interaksi atau pergaulan antar individu yang mempunyai latar belakang budaya masyarakat yang berbeda[14].












DAFTAR PUSTAKA

Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 2009)

Razak, Yusron, Sosiologi sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi Persepektif Islam, (Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama, 2008)

Mitchell, Duncan, Sosiologi Suatu Analisa Sistem Sosial (Jakarta : Bina Aksara, 1984)

Zulkifli, Antropologi Sosial Budaya (Yogyakarta : Shiddiq Press Bangka)

Ivancevich, John, dkk, Perilaku dan manajemen organisasi (Jakarta : Erlangga, 2006)

Siswanto dan Sucipto, Agus, Teori & Perilaku Organisasi Suatu Tinjauan Integratif (Malang : UIN Malang Press, 2008)
Weber, Max yang diterjemahkan oleh Noorkholis, Sosiologi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009)




[1] Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 2009) hal 101
[2] Razak, Yusron, Sosiologi sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi Persepektif Islam, (Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama, 2008), hal 119
[3] Mitchell, Duncan, Sosiologi Suatu Analisa Sistem Sosial (Jakarta : Bina Aksara, 1984) hal 180
[4] Zulkifli, Antropologi Sosial Budaya (Yogyakarta : Shiddiq Press Bangka) hal 117
[5] Ivancevich, John, dkk, Perilaku dan manajemen organisasi (Jakarta : Erlangga, 2006) hal 44
[6] Siswanto dan Sucipto, Agus, Teori & Perilaku Organisasi Suatu Tinjauan Integratif (Malang : UIN Malang Press, 2008) hal 144
[7] Ibid, hal 143
[8] Ibid, hal 145
[9] Ibid, 146
[10] Weber, Max yang diterjemahkan oleh Noorkholis, Sosiologi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009) hal 277
[11] Siswanto dan Sucipto, Agus, Teori & Perilaku Organisasi Suatu Tinjauan Integratif, hal 147
[12] Ibid, 152
[13] Ivancevich, John, dkk, Perilaku dan manajemen organisasi, hal 49
[14] Siswanto dan Sucipto, Agus, Teori & Perilaku Organisasi Suatu Tinjauan Integratif., hal 149

Tidak ada komentar:

Posting Komentar