Pendahuluan
Perburuhan
di Indonesia pun kini sadar akan kondisinya sekarang, seolah mereka masih
dijadikan budak namun secara modern dengan sistem outsourcing dan kesejahteraan
buruh yang jauh dari mapan. Seperti ramalan Marx mengenai buruh, pada waktunya
buruh akan sadar dan merebut alat produksi. Dalam masa kini bisa diartikan
bahwa mereka akan merebut kesejahteraan dari kaum kapitalis.
Kesadaran
kaum buruh ini muncul karena terdapat penindasan dalam arti pekerjaan. Mereka
bekerja tetapi tidak ada balasan yang setimpal dari hasil jerih payahnya
tersebut. Organisasi-organisasi buruh yang ada kini sepakat
untuk menuntut agar
sistem yang tidak berpihak pada buruh ini dapat dihapuskan. Para buruh
beramai-ramai berdemo tetapi pihak perusahaan seolah melarang para buruh
menuntut kesejahteraan. Pihak perusahaan melarang mereka yang berdemo bahkan
mereka yang ikut berdemo bisa saja dicabut izin pekerjaannya (dipecat). Selain
itu, ketika para buruh berdemonstrasi mereka dihadapkan pada preman untuk
bentrok dengan para buruh. Usaha inilah
yang membuat para buruh sedikit tak berdaya.
Pemerintah
yang juga mempunyai andil penting dalam masalah ini pun seperti tidak berdaya.
Seharusnya pemerintah bisa mengatur segalanya tentu saja menguntungkan segala
pihak. Kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah soal perburuhan nampaknya
belum mampu mengatasi masalah ini.
Pemerintah
seakan ditekan dari dua arah, pihak buruh dan dari pihak perusahaan. Pihak
buruh yang akan terus selalu berdemo jika tidak ada kejelasan terhadap tuntutan
utamanya yaitu sistem outsourcing ini akan bisa menimbulkan kerugian tersendiri
bagi stabilitas investasi Negara dan tidak berjalannya sistem produksi. Jelas dengan
itu roda perekonomian Negara menjadi tidak baik ketika aksi protes dari buruh
tidak mereda dan belum bersedia untuk bekerja kembali.
Kemudian
dari pihak perusahaan, ketika pemerintah mengikuti pihak buruh untuk
tuntutannya, maka pihak buruh juga terkena PHK karena sistem outsourcing
dihapus. Dan perusahaan hanya akan mempekerjakan produksinya dengan sedikit
orang. Dari spekulasi ini pemerintah beranggapan bahwa tingkat pengangguran
akan tinggi. Selain itu pihak perusahaan asing juga akan mencabut produksinya
di Indonesia akan menimbulkan kerugian tersendiri untuk Negara.
Gerakan
Sosial Buruh Upaya Menuntut Pengahapusan Sistem Outsourcing Di Jakarta
Maraknya
isu terkait sistem outsourcing yang merugikan kaum buruh kini mulai mencuat
kembali. Memang ini bukan pertama kalinya para buruh menyeru aspirasinya tetapi
dalam aksinya yang diikuti oleh puluhan ribu kaum buruh yang berkumpul di
Jakarta dapat menimbulkan efek buruk bagi infrastruktur lainnya.
Seperti
yang dilansir oleh tribun news tanggal 17 juli 2012 bahwa 50.000 lebih pekerja/buruh yang tergabung dalam
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia(KSPI)
berdemo di Bundara HI menuju tiga tempat, yaitu: Kementrian Koordinator
Bidang Perekonomian, Istana presiden dan Kementrian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi. Menurut Koordinator
Lapangan KSPI wilayah Jakarta Dadang Jayadi, aksi damai ini sebagai respon awal
atas sikap Menteru Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar, yang
memaksakan untuk menertibkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Pemenakertrans)
baru tenteng komponen dan pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak
(KHL). Dadang menambahkan inti
dari aksi damai ini adalah gerakan HOSTUM (hapus outsourcing dan tolak upah
murah). "Aksi ini merupakan penolakan atas permen 17 tahun 2005 yang
sangat merugikan kaum pekerja/buruh di seluruh Indonesia," ujar
Dadang Peraturan Menakertrans tentang KHL sangat merugikan
kaum pekerja dan buruh, menurut Dadang, Penambahan jumlah jenis KHL yang semula
46 menjadi 60 masih sangat jauh dari harapan yang seharusnya jumlah jenis KHL
antara 80 - 100 Jenis KHL. "Dengan
dipaksakannya penerbitan Permenakertrans baru tersebut, maka secara nominal
pekerja akan tetap tidak bisa hidup layak dan terus berhutang, ini akal-akalan
pemerintah yang akan terus menjalankan Politik Upah Murah,"tandasnya[1].
Selain itu dari media
lain memberitakan bahwa Para buruh yang akan
berdemonstrasi di Jakarta, berasal dari berbagai perusahaan di kawasan industri
di Jababeka, Bekasi, Jawa Barat. Informasi yang dihimpun juga menyebutkan,
demonstrasi serupa juga terjadi di 15 provinsi dengan total buruh pendemo
berkisar 50-70 ribu orang. Di Jakarta, para buruh akan beraksi di Bundaran
Hotel Indonesia. Selanjutnya, dari sana akan melakukan long march ke
Istana Negara. Kantor Kemenakertrans juga akan menjadi pusat aksi demonstrasi
para buruh[2].
Gerakan
sosial buruh pada saat itu memuncak ketika sistem outsourcing ini banyak
merugikan sehingga banyak masa yang berdatangan untuk menuntut dihapuskannya
sistem tersebut. Bagi mereka sistem ini menyandera hak-hak pekerja yang
seharusnya mendapatkan kelayakan dalam pekerjaan. Buruh merasa tidak bisa menerima keuntungan
dari proses produksi yang hanya dinikmati oleh para pemilik modal.
Dalam
tulisan ini, penulis mencoba menjelaskan : pertama, mengapa demo buruh untuk
menuntut dihapuskannya sistem outsourcing disebut sebagai gerakan sosial? kedua, melihat tujuan dari gerakan sosial
kaum buruh tersebut untuk perubahan yang ingin dicapai, ketiga strategi apa
yang digunakan kaum buruh dalam gerakan sosial yang dilakukannya untuk
menghapuskan sistem outsourcing tersebut ? keempat, bentuk gerakan sosial
apakah yang digunakan dalam aksinya ? kelima, kemudian indikasi kesuksesan atau
kegagalan dalam gerakan sosial tersebut. Lalu yang terakhir melihat seberapa
besar dukungan masa dalam keikutsertaannya dalam gerakan sosial tersebut.
Analisa Gerakan Sosial Kaum Buruh
Demontrasi
yang dilakukan oleh kaum buruh dalam rangka penghapusan sistem outsourcing
tersebut dapat dikatakan sebuah gerakan sosial. Karena dalam sebuah gerakan
dapat dikategorikan sebagai gerakan jika mempunyai bebrapa prasyarat yaitu, (a)
adanya tindakan kolektif, (b) berorientasi pada perubahan (c) tingkat
pengorganisasian (d) kesinambungan yang bersifat temporar (e) ekstra institusi[3].
Dalam
konteks demonstrasi tersebut terdapat tindakan kolektif yang dilakukan oleh
kaum buruh dari berbagai daerah yang berkumpul satu titik di Jakarta untuk
menyuarakan aspirasinya. Selain itu juga terdapat orientasi perubahan atau
tujuan dari pencapaiannya tersenut yaitu penghapusan sistem outsourcing.
Kemudian dalam gerakan sosial tersebut terdapat tingkat pengorganisasian yang
jelas, sampai saja kaum buruh tersebut membuat aliansi tersendiri yaitu HOSTUM (hapus outsourcing dan tolak upah murah).
Syarat selanjutnya dalam konteks gerakan buruh tersebut yaitu kesinambungan
yang temporar, maka kaum buruh akan berhenti pada titik jika tuntuannya
tersebut sudah tercapai. Dan yang terakhir gerakan ini berada diluar institusi
resmi buruh.
Kemudian strategi yang digunakan dalam gerakan buruh tersebut
berupaya dengan ancaman bahwa dengan membawa masa yang banyak maka tuntutan
mereka akan dipenuhi. Mereka menilai dengan masa yang banyak bisa saja
melumpuhkan beberapa sector seperti misalnya transportasi yang berakibat
kemacetan dan lainnya.
Gerakan sosial buruh pada demonstrasi tersebut termasuk pada
bentuk gerakan sosial revisionary social movement, yaitu mencari atau
mengupayakan perubahan parsial dalam tatanan yang sudah ada tetapi tidak
mengancam tatanan itu sendiri[4].
Bahwa dalam tuntutan kaum buruh mereka hanya menuntut kesejahteraan kaum buruh
saja dengan pengahapusan sistem outsourcing tersebut tetapi tidak merusak
tatanan kenegaraan yang bersifat makro.
Dalam
gerakan sosial tersebut demonstrasi kaum buruh tersebut didukung oleh jumlah
masa yang besar guna menekan kebijakan yang diinginkannya tersebut. Masa yang
begitu banyak dikerahkan sebagai bentuk keinginan yang kuat dari banyaknya
buruh yang setuju dengan dihapuskannya sistem outsourcing. Bahwa masa yang
begitu besar menuntut keseriusan banyak orang bahwa banyak orang yang dirugikan
dengan adanya sistem itu.
Setelah
berlarut-larut demonstrasi itu berlangsung maka melihat realitasnya gerakan
buruh terindikasi pada kegagalan. Masih saja terjadi sistem outsourcing yang
menjadi tujuan utama gerakan sosial kaum buruh yaitu penghapusan kerja kontrak.
Tidak menutup kemungkinan bahwa gerakan ini akan terjadi lagi sampai tujuan
untuk penghapusan sistem itu bisa dihapuskan. Dari indikasi kegagalan tersebut
maka dapat di analisis dengan teori gerakan sosial mengapa gerakan sosial bisa mengalami
keberhasilan ata kegagalan.
Indikasi
keberhasilan dari sebuah gerakan sosial tidak terlepas dari political
opportunity structure, mekanisme dalam teori ini menjelaskan bahwa gerakan
sosial terjadi karena disebabkan oleh perubahan dalam struktur politik, yang
dilihat sebagai kesempatan[5].
McAdam
dan Tarrow menjabarkan mekanisme POS, pertama, gerakan sosial muncul ketika
tingkat akses terhadap lembaga-lembaga politik mengalami keterbukaan, kedua,
ketika keseimbangan poitik belum tercerai berai sedangkan keseimbangan politik
baru belum terbentuk, ketiga, ketika para elit politik mengalami konflik besar
dan konflik ini dipergunakan oleh para pelaku perubahan sebagai kesempatan.
Keempat, ketika para pelaku perubahan digandeng oleh para elite yang berada
dalam sistem untuk melakukan perubahan[6].
Jelas
saja ketika kita belum melihat bahwa gerakan sosial buruh masih belum berhasil
karena belum memenuhi keseluruhan dari struktur kesempatan politik tersebut.
Yang ada hanya penekanan dari bawah tetapi dalam lingkup elit masih solid maka
sulit untuk merealisasikan tujuan tersebut. Jika gerakan buruh tersebut sudah
memenuhi unsure struktur kesempatan politik tesebut maka bisa saja tujuan
mereka untuk menghapuskan sistem outsourcing (kerja kontrak) itu bisa berhasil.
[1]
Contoh kasus gerakan sosial buruh di ambil dari situs http://jakarta.tribunnews.com/2012/07/12/50-ribu-buruh-akan-penuhi-jalan-jakarta
pada tanggal 22 april 2013.
[2]
Diakses pada situs http://suarapengusaha.com/2012/07/12/tuntut-hapus-sistim-outsourcing-upah-murah-ribuan-buruh-jababeka-geruduk-jakarta/
pada tanggal 22 april 2013
[3] McAdam,
D. & Snow, D.A. (eds) (1997). Social movement: reading on their emergence,
mobilization and dynamics. Los Angeles: Roxbury publishing Company.
[4]
Henry L. Tischler (2007), introducing to sociology. Belmont: Thomson Wadsworth,
ninth edition
[5]
Wahib, S. Abdul, gerakan sosial (2007) Yogyakarta: pustaka pelajar. Hlm. 3
[6]
Ibid. hlm. 4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar