Kamis, 11 Juni 2015

Refleksi Ritual May Day: Gerakan Sosial Buruh



Pendahuluan
Perburuhan di Indonesia pun kini sadar akan kondisinya sekarang, seolah mereka masih dijadikan budak namun secara modern dengan sistem outsourcing dan kesejahteraan buruh yang jauh dari mapan. Seperti ramalan Marx mengenai buruh, pada waktunya buruh akan sadar dan merebut alat produksi. Dalam masa kini bisa diartikan bahwa mereka akan merebut kesejahteraan dari kaum kapitalis.
Kesadaran kaum buruh ini muncul karena terdapat penindasan dalam arti pekerjaan. Mereka bekerja tetapi tidak ada balasan yang setimpal dari hasil jerih payahnya tersebut. Organisasi-organisasi buruh yang ada kini sepakat
untuk menuntut agar sistem yang tidak berpihak pada buruh ini dapat dihapuskan. Para buruh beramai-ramai berdemo tetapi pihak perusahaan seolah melarang para buruh menuntut kesejahteraan. Pihak perusahaan melarang mereka yang berdemo bahkan mereka yang ikut berdemo bisa saja dicabut izin pekerjaannya (dipecat). Selain itu, ketika para buruh berdemonstrasi mereka dihadapkan pada preman untuk bentrok  dengan para buruh. Usaha inilah yang membuat para buruh sedikit tak berdaya.
Pemerintah yang juga mempunyai andil penting dalam masalah ini pun seperti tidak berdaya. Seharusnya pemerintah bisa mengatur segalanya tentu saja menguntungkan segala pihak. Kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah soal perburuhan nampaknya belum mampu mengatasi masalah ini.
Pemerintah seakan ditekan dari dua arah, pihak buruh dan dari pihak perusahaan. Pihak buruh yang akan terus selalu berdemo jika tidak ada kejelasan terhadap tuntutan utamanya yaitu sistem outsourcing ini akan bisa menimbulkan kerugian tersendiri bagi stabilitas investasi Negara dan tidak berjalannya sistem produksi. Jelas dengan itu roda perekonomian Negara menjadi tidak baik ketika aksi protes dari buruh tidak mereda dan belum bersedia untuk bekerja kembali.
Kemudian dari pihak perusahaan, ketika pemerintah mengikuti pihak buruh untuk tuntutannya, maka pihak buruh juga terkena PHK karena sistem outsourcing dihapus. Dan perusahaan hanya akan mempekerjakan produksinya dengan sedikit orang. Dari spekulasi ini pemerintah beranggapan bahwa tingkat pengangguran akan tinggi. Selain itu pihak perusahaan asing juga akan mencabut produksinya di Indonesia akan menimbulkan kerugian tersendiri untuk Negara.

Gerakan Sosial Buruh Upaya Menuntut Pengahapusan Sistem Outsourcing Di Jakarta
Maraknya isu terkait sistem outsourcing yang merugikan kaum buruh kini mulai mencuat kembali. Memang ini bukan pertama kalinya para buruh menyeru aspirasinya tetapi dalam aksinya yang diikuti oleh puluhan ribu kaum buruh yang berkumpul di Jakarta dapat menimbulkan efek buruk bagi infrastruktur lainnya.
Seperti yang dilansir oleh tribun news tanggal 17 juli 2012 bahwa 50.000 lebih pekerja/buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia(KSPI)  berdemo di Bundara HI menuju tiga tempat, yaitu: Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian, Istana presiden dan Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Menurut Koordinator Lapangan KSPI wilayah Jakarta Dadang Jayadi, aksi damai ini sebagai respon awal atas sikap Menteru Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar, yang memaksakan untuk menertibkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Pemenakertrans) baru tenteng komponen dan pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak (KHL). Dadang menambahkan inti dari aksi damai ini adalah gerakan HOSTUM (hapus outsourcing dan tolak upah murah). "Aksi ini merupakan penolakan atas permen 17 tahun 2005 yang sangat merugikan kaum pekerja/buruh di seluruh Indonesia," ujar  Dadang  Peraturan Menakertrans tentang KHL sangat merugikan kaum pekerja dan buruh, menurut Dadang, Penambahan jumlah jenis KHL yang semula 46 menjadi 60 masih sangat jauh dari harapan yang seharusnya jumlah jenis KHL antara 80 - 100 Jenis KHL. "Dengan dipaksakannya penerbitan Permenakertrans baru tersebut, maka secara nominal pekerja akan tetap tidak bisa hidup layak dan terus berhutang, ini akal-akalan pemerintah yang akan terus menjalankan Politik Upah Murah,"tandasnya[1].
Selain itu dari media lain memberitakan bahwa Para buruh yang akan berdemonstrasi di Jakarta, berasal dari berbagai perusahaan di kawasan industri di Jababeka, Bekasi, Jawa Barat. Informasi yang dihimpun juga menyebutkan, demonstrasi serupa juga terjadi di 15 provinsi dengan total buruh pendemo berkisar 50-70 ribu orang. Di Jakarta, para buruh akan beraksi di Bundaran Hotel Indonesia. Selanjutnya, dari sana akan melakukan long march ke Istana Negara. Kantor Kemenakertrans juga akan menjadi pusat aksi demonstrasi para buruh[2]. 
Gerakan sosial buruh pada saat itu memuncak ketika sistem outsourcing ini banyak merugikan sehingga banyak masa yang berdatangan untuk menuntut dihapuskannya sistem tersebut. Bagi mereka sistem ini menyandera hak-hak pekerja yang seharusnya mendapatkan kelayakan dalam pekerjaan.  Buruh merasa tidak bisa menerima keuntungan dari proses produksi yang hanya dinikmati oleh para pemilik modal.
Dalam tulisan ini, penulis mencoba menjelaskan : pertama, mengapa demo buruh untuk menuntut dihapuskannya sistem outsourcing disebut sebagai gerakan sosial?  kedua, melihat tujuan dari gerakan sosial kaum buruh tersebut untuk perubahan yang ingin dicapai, ketiga strategi apa yang digunakan kaum buruh dalam gerakan sosial yang dilakukannya untuk menghapuskan sistem outsourcing tersebut ? keempat, bentuk gerakan sosial apakah yang digunakan dalam aksinya ? kelima, kemudian indikasi kesuksesan atau kegagalan dalam gerakan sosial tersebut. Lalu yang terakhir melihat seberapa besar dukungan masa dalam keikutsertaannya dalam gerakan sosial tersebut.
Analisa Gerakan Sosial Kaum Buruh
Demontrasi yang dilakukan oleh kaum buruh dalam rangka penghapusan sistem outsourcing tersebut dapat dikatakan sebuah gerakan sosial. Karena dalam sebuah gerakan dapat dikategorikan sebagai gerakan jika mempunyai bebrapa prasyarat yaitu, (a) adanya tindakan kolektif, (b) berorientasi pada perubahan (c) tingkat pengorganisasian (d) kesinambungan yang bersifat temporar (e) ekstra institusi[3].
Dalam konteks demonstrasi tersebut terdapat tindakan kolektif yang dilakukan oleh kaum buruh dari berbagai daerah yang berkumpul satu titik di Jakarta untuk menyuarakan aspirasinya. Selain itu juga terdapat orientasi perubahan atau tujuan dari pencapaiannya tersenut yaitu penghapusan sistem outsourcing. Kemudian dalam gerakan sosial tersebut terdapat tingkat pengorganisasian yang jelas, sampai saja kaum buruh tersebut membuat aliansi tersendiri yaitu HOSTUM (hapus outsourcing dan tolak upah murah). Syarat selanjutnya dalam konteks gerakan buruh tersebut yaitu kesinambungan yang temporar, maka kaum buruh akan berhenti pada titik jika tuntuannya tersebut sudah tercapai. Dan yang terakhir gerakan ini berada diluar institusi resmi buruh.
Kemudian strategi yang digunakan dalam gerakan buruh tersebut berupaya dengan ancaman bahwa dengan membawa masa yang banyak maka tuntutan mereka akan dipenuhi. Mereka menilai dengan masa yang banyak bisa saja melumpuhkan beberapa sector seperti misalnya transportasi yang berakibat kemacetan dan lainnya.
Gerakan sosial buruh pada demonstrasi tersebut termasuk pada bentuk gerakan sosial revisionary social movement, yaitu mencari atau mengupayakan perubahan parsial dalam tatanan yang sudah ada tetapi tidak mengancam tatanan itu sendiri[4]. Bahwa dalam tuntutan kaum buruh mereka hanya menuntut kesejahteraan kaum buruh saja dengan pengahapusan sistem outsourcing tersebut tetapi tidak merusak tatanan kenegaraan yang bersifat makro.
Dalam gerakan sosial tersebut demonstrasi kaum buruh tersebut didukung oleh jumlah masa yang besar guna menekan kebijakan yang diinginkannya tersebut. Masa yang begitu banyak dikerahkan sebagai bentuk keinginan yang kuat dari banyaknya buruh yang setuju dengan dihapuskannya sistem outsourcing. Bahwa masa yang begitu besar menuntut keseriusan banyak orang bahwa banyak orang yang dirugikan dengan adanya sistem itu.
Setelah berlarut-larut demonstrasi itu berlangsung maka melihat realitasnya gerakan buruh terindikasi pada kegagalan. Masih saja terjadi sistem outsourcing yang menjadi tujuan utama gerakan sosial kaum buruh yaitu penghapusan kerja kontrak. Tidak menutup kemungkinan bahwa gerakan ini akan terjadi lagi sampai tujuan untuk penghapusan sistem itu bisa dihapuskan. Dari indikasi kegagalan tersebut maka dapat di analisis dengan teori gerakan sosial mengapa gerakan sosial bisa mengalami keberhasilan ata kegagalan.
Indikasi keberhasilan dari sebuah gerakan sosial tidak terlepas dari political opportunity structure, mekanisme dalam teori ini menjelaskan bahwa gerakan sosial terjadi karena disebabkan oleh perubahan dalam struktur politik, yang dilihat sebagai kesempatan[5].
McAdam dan Tarrow menjabarkan mekanisme POS, pertama, gerakan sosial muncul ketika tingkat akses terhadap lembaga-lembaga politik mengalami keterbukaan, kedua, ketika keseimbangan poitik belum tercerai berai sedangkan keseimbangan politik baru belum terbentuk, ketiga, ketika para elit politik mengalami konflik besar dan konflik ini dipergunakan oleh para pelaku perubahan sebagai kesempatan. Keempat, ketika para pelaku perubahan digandeng oleh para elite yang berada dalam sistem untuk melakukan perubahan[6].
Jelas saja ketika kita belum melihat bahwa gerakan sosial buruh masih belum berhasil karena belum memenuhi keseluruhan dari struktur kesempatan politik tersebut. Yang ada hanya penekanan dari bawah tetapi dalam lingkup elit masih solid maka sulit untuk merealisasikan tujuan tersebut. Jika gerakan buruh tersebut sudah memenuhi unsure struktur kesempatan politik tesebut maka bisa saja tujuan mereka untuk menghapuskan sistem outsourcing (kerja kontrak) itu bisa berhasil.


[1] Contoh kasus gerakan sosial buruh di ambil dari situs http://jakarta.tribunnews.com/2012/07/12/50-ribu-buruh-akan-penuhi-jalan-jakarta pada tanggal 22 april 2013.
[3] McAdam, D. & Snow, D.A. (eds) (1997). Social movement: reading on their emergence, mobilization and dynamics. Los Angeles: Roxbury publishing Company.
[4] Henry L. Tischler (2007), introducing to sociology. Belmont: Thomson Wadsworth, ninth edition
[5] Wahib, S. Abdul, gerakan sosial (2007) Yogyakarta: pustaka pelajar. Hlm. 3
[6] Ibid. hlm. 4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar